Friday, March 21, 2014

Tips Kepenulisan: Buntu Menulis

Dulu, waktu masih sibuk tesis, trus berlanjut ke diklat bea cukai, ide-ide cerpen datang beruntun. Nggak tau tempat, nggak tau waktu, nggak tau diri.
Padahal dikejar-kejar dosen, disuruh nyerahin bab 2, bab 3, bab 4.
Belum lagi dihantui oleh buku-buku diklat setebal kasur, yang menuntut untuk dibaca sampe lembar paling belakang!
Saking nggak bisa nahan diri untuk nulis, disempetin bikin satu dua cerpen. Betul-betul curi-curi kesempatan. Colong-colong waktu.

Nah, sekarang? Giliran lagi kosong, dan sudah nggak repot sama urusan sekolah, tapi ide-ide cerpen itu?? Mereka lari-larian. Susah banget dikejar. Apalagi ditangkap, dimasukin kandang, trus dijadiin ternak "ide"???

***

Ini disebut juga dengan writer's blockBuntu sebuntu-buntunya.

Pernah juga baca beberapa tips jika mengalami itu.Salah satunya: tulis apa aja yang dipikirkan si otak kanan. Apa saja. Terserah!Kalo sekarang yang ada di otak kanan adalah tentang otak yang buntu, jadi gue menulis tentang hal ini.


Berikut beberapa tips mengatasi kebuntuan yang bisa dicoba:


  1. Membaca buku juga disebut sebagai salah satu cara mengatasi kebuntuan. Membaca buku sudah terbukti dapat menambah wawasan, imajinasi, serta memperkaya gaya penulisan. Misal, baru saja selesai membaca buku TLOTR, maka gaya penulisan dan bertutur kita secara tidak langsung mengikut pula dengan gayanya Mr. Tolkien.
  2. Bukan cuma membaca buku, tapi perlu juga memperhatikan lingkungan sekitar. Setelah mengingat cerpen yang gue tulis itu, beberapa di antaranya adalah hasil dari mengamati dan mencermati. Cinta Sridevi, Aris & Kucil, Ssst... Ini Rahasia, dan Semalam Bersamanya adalah ide-ide yang muncul di angkot.
  3. Tips lainnya, seperti: mengganti alat tulis, jika rutinitas menulis menggunakan PC atau Notebook, maka coba diganti dengan tulis tangan pake pena dan kertas, atau bahkan mesin tik. 
  4. Dan jangan lupa mengubah tempat menulis, kalau biasanya duduk berhadapan sama PC di meja, atau memangku Notebook di tempat tidur atau sofa. Nah, kali ini tempat menulisnya dipindah. Misalnya, menulis di halte, atau di pasar tradisional. Kalau kurang rame, coba di terminal. Pernah juga kepikiran menulis di objek-objek wisata. Biasanya para fotografer yang gemar menyalurkan hobi di situ. Sekarang giliran penulis. Coba bayangkan, menulis di depan kandang monyet di Ragunan, atau di bawah perut ikan pari di Seaworld, atau di tengah-tengah kebun teh, atau bahkan menulis di puncak tertinggi Gunung Rinjani. Kalau mau sekalian yang ekstrem: menulis saat bungie jumping, atau terombang-ambing di sungai deras arung jeram. Hebat!!!!
  5. Terakhir, dan ini yang paling gampang kayaknya: Ngobrol. Sama siapa saja, dimana saja, melalui apa saja. Apalagi jika bicara dan diskusi dengan orang-orang baru. Dijamin, minimal ada satu ide yang mampir, dan bisa kita explore.
Nah, jadi jangan sedih kalo sedang buntu. Buktinya "kebuntuan" ini bisa menjadi ide, dan pada akhirnya selesai ditulis.

No comments:

Post a Comment