Hai.... Bayiku, bernama Sabrina, sekarang sudah
berusia 1 tahun 11 bulan. Alhamdulillah, Sabrina sehat, tumbuh
kembangnya normal. Apalagi sudah pintar bicara, jadi kayak burung beo,
apa-apa yang kita ucapkan, langsung ditiru.
Copas kalimat iklan susu formula di TV: "Belum dua tahun kok bisa ya?"
Eh,
tapi jangan salah, Sabrina bukan peminum sufor, melainkan susu segar,
dan bukan olahan. Kadang minum langsung dari sumbernya, kadang hasil
perahan. Iya betul banget, gadisku itu peminum ASI. Sampai sekarang pun
masih "nenen" tiap menjelang tidur. "Nenen" istilah gaul di per-ASI-an,
baik lokal maupun internasional.. haha..
Tau tentang ASI, sebetulnya sudah lama. Sejak bisa nyanyi lagu Aku Anak Sehat, yang sebagian liriknya berbunyi:
Aku anak sehat
Tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi
Slalu diberi ASI
Makanan bergizi dan imunisasi.....
Jadi sudah tau dari dulu, bahwa bayi itu seharusnya selalu diberi ASI.
Namun, mengenal dekat apa itu ASI, dan mengerti betapa cairan emas itu sangat berharga, ya baru sekitar empat tahun lalu.
Waktu
itu salah satu teman kantor memutuskan untuk memberi anaknya ASI, dan
hanya ASI selama 6 bulan pertama. Tanpa sufor apapun. Wow.. saat itu aku
sangat takjub. Nekat juga ini orang ya?
Sebab,
di keluarga besarku, tidak pernah ada istilah "Tanpa Sufor", hampir
semua keponakanku sudah tercemar sufor, dengan berbagai alasan, di
antaranya yang populer adalah ASI tidak keluar.
Melihat
dan mendengar betapa pintarnya anak teman kantorku itu, aku pun
bertekad untuk memberi ASI untuk anakku nanti, walaupun saat itu belum
menikah, dan meskipun ASI bukan satu-satunya faktor penentu kepintaran
seorang anak.
Tapi
rupa-rupanya tekad saja belum cukup. Karena proses meng-ASI-kan bayi
kita tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi bagi ibu yang lingkungannya
belum pro-ASI. Pasti akan banyak hambatan dan tantangan yang bikin
stres. Dan, stres memicu ASI keluar sedikit, atau bahkan nggak keluar
sama sekali. Jadi semacam lingkaran setan.
Ilmu
ASI sangat diperlukan, maka diwajibkan bagi setiap ibu (dan juga ayah)
untuk terus meng-upgrade ilmu per-ASI-annya. Selain itu, peranan serta
motivasi dari keluarga besar (orang tua, mertua, kakak-adik, tante,
nenek-kakek, sepupu, dll) juga sangat penting bagi si busui. Jika
semangat ASI kita mengendor di tengah jalan, banyak yang mengingatkan
untuk terus berjuang demi bayi mungil nan menggemaskan itu.
No comments:
Post a Comment