Tuesday, July 8, 2014

Review Buku: The Book of Tomorrow


Genre:
Fiction Novel
Author:
Cecelia Ahern

Belum pernah ada buku (yang pernah gue baca) seperti buku ini. Biasanya chicklit itu melulu tentang romance. Atau buku thriller itu melulu soal pembunuhan dan psikopat.
Tapi buku The Book of Tomorrow menyajikan cerita fantasi yang sungguh unik. Ada unsur magic, ada sensasi thriller, misteri, lucu, sedih, dan ada sedikit "feels like home" yang dicampur, dikemas sedimikian rupa oleh Cecilia Ahern dengan kalimat-kalimat yang penuh diksi dan luar biasa indah.

Sedikit plot-nya akan gue sharing di sini.
Tokoh utama "Si Aku", bernama Tamara Goodwin. Seorang anak remaja yang terbiasa dengan
kehidupan glamor, kaya raya dan modern. Ayahnya pekerja yang giat, selalu melihat segala sesuatu dari kacamata bisnis. Semua serba materi yang diberikan oleh ayah-ibu Tamara, hingga dia tumbuh menjadi materialistis dan hanya peduli oleh kekinian. Tidak mengenal hari esok, tidak mengerti tentang dampak apa yang ia perbuat hari ini di kemudian hari.

Namun, saat Tamara menemukan ayahnya bunuh diri di ruang kerjanya, dengan menenggak sebanyak mungkin obat tidur dan wisky, hidupnya jungkir balik 360 derajat. Rumah mewahnya disita oleh Bank, yang mengharuskan ibu-anak Goodwin tinggal menetap di rumah keluarganya di desa. Arthur dan Rosaleen, paman dan tante Tamara, menerima mereka dengan tangan terbuka.

Saat tinggal di negeri antah berantah yang sunyi, saat tetangga satu-satunya tinggal berkilo-kilo jauhnya, Tamara menyadari bahwa hidupnya sudah hancur total. Namun, sebuah perpustakaan keliling datang dan menawarkan banyak buku untuk para warga desa. Tamara tiba-tiba saja mendapatkan satu buku misterius yang digembok, dan tidak ada nama penulisnya. Buku bersampul kulit itu kosong melompong, Tamara pun tahu bahwa ini adalah buku diary, yang harus ia isi sendiri.

Plot cerita bergulir ketika ada sekelumit rahasia yang sengaja disembunyikan oleh paman & tantenya. Sebuah sejarah keluarga yang kelam. Dan Tamara menjadi semakin waspada saat ia memergoki tantenya melakukan "kejahatan" atas ibunya.

Cecilia mampu menuliskan amarah dan kesedihan saat kehilangan orang tua di usia remaja. Gue yang juga ditinggal Mama saat usia 17 tahun, merasakan hal yang sama: marah terhadap orang-orang yang entah siapa, lebih emosional, dan air mata yang langsung meluncur begitu melihat hal-hal sedih, padahal nggak ada hubungannya sama gue. 

Menurut gue, setelah P.S.: I Love You, buku ini jauh lebih bagus & sangat serius dibanding buku lainnya yang berjudul Where Rainbows End. Ending-nya tidak mudah ditebak, diceritakan sempurna, lengkap dan komplet, hingga puas bacanya sampai habis.

Betul-betul recomended. Novel yang bagus banget. Sangat mati.

No comments:

Post a Comment