Wednesday, January 28, 2015

Kami Memutuskan Mundur dari KPR

Akhir November 2014, gue sudah menyerahkan data-data untuk pengajuan KPR ke Bank DKI Syariah, cerita lengkapnya di sini dan di sini. Namun, entah ini kesalahan gue atau Developer, hitungan awal untuk Down Payment dan biaya adm Bank lainnya menjadi berbeda dan lebih mahal.

Sejak awal, Developer menginfokan bahwa DP bisa 10%, dan mereka akan bantu pengajuannya sampai di-acc. Tapi saat Bank DKI Syariah survey langsung ke lokasi, mereka hanya setuju jika DP-nya sebesar 30%, alasan Bank karena rumahnya bukan rumah baru, melainkan rumah second dan belum direnovasi. Sedangkan uangnya belum cukup nih untuk DP sebesar itu.

Menurut Bank, jika rumah sudah diperbaiki, mereka berani memberikan DP 10%. Mereka juga menyarankan pihak developer untuk memugar rumah terlebih dahulu, setelah itu plafond yang gue minta akan disetujui.

Gue menghubungi Ibu Eni (pihak developer) untuk me-renov rumahnya dulu. Tapi, Ibu Eni bilang bahwa si empunya rumah tidak ada biaya untuk itu. Dan dia meminta gue untuk "menyumbang dana". Setelah gue diskusi dengan suami, bahwa renovasi rumah tersebut akan memakan banyak biaya dan waktu: langit-langit yang bocor, rayap yang naik sampai tembok, lalu dinding perlu dicat ulang, bahkan hingga berkali-kali.

Pertanyaan selanjutnya? Rumah siapa yang akan kita pugar ini? Status rumah masih milik orang lain, bukan milik kami. Dan bukti apa yang akan kami dapatkan? Apakah mungkin, bon pembelian pasir dan semen bisa diakui notaris dan bank? Jika si empunya rumah tiba-tiba menjual rumah tersebut ke pihak lain, rugi dong kita!

Akhirnya, kami memutuskan untuk mundur, padahal pengajuannya sudah masuk, dan pihak Bank DKI Syariah sudah akan mengeluarkan surat persetujuan sementara. Tapi kami takut ditipu. Jika hari ini kami mengeluarkan dana untuk renovasi, lalu besok si pemilik rumah menawarkan ke orang lain, waah.... bisa runyam!

Kalau kata orang, beli rumah itu seperti mencari pasangan hidup. Jadi, mungkin memang belum jodoh. Lagipula dari awal, suami juga kurang sreg sama rumah tersebut, jadi yaaa.... cari-cari lagi deh yang lain.

Thursday, January 8, 2015

The Book Thief

The Book Thief
Holla! Happy new year people. Review film The Book Thief sebagai posting pembuka di awal tahun ini. Film based on books dengan judul sama, berlatar belakang Nazi dan Perang Dunia II.

Pada tahun 1938, Liesel Meminger, seorang anak perempuan berwajah cantik nan polos, harus rela kehilangan adik laki-lakinya di tengah perjalanan bersalju. "Sang malaikat maut", yang juga menjadi narator di film ini, setelah tugas mencabut nyawa si adik selesai, rupanya ia tertarik pada sosok Liesel. Entah mengapa, tapi "malaikat maut" di film ini merasa dihantui olehnya.

Saat pemakaman si adik, Liesel mengambil sebuah buku Petunjuk Pemakaman Manual yang terjatuh dari salah satu petugas. Ia menyimpannya, walaupun ia sadar tidak dapat membacanya.

Karena orangtua Liesel seorang komunis, yang pada saat itu adalah musuh besar Nazi, Liesel pun diserahkan kepada orangtua asuh berkebangsaan Jerman, supaya hidupnya aman dan selamat dari penjajahan Hitler.

Liesel diadopsi oleh Hans Hubermann, ayah angkat yang penyayang, dan istrinya Rosa.

Ketika Hans mengetahui bahwa putrinya tidak dapat membaca, dia mengajarinya dengan lembut serta menyulap ruang bawah tanah rumahnya menjadi kamus raksasa untuk Liesel.

The Book Thief

Malam ulang tahun Fuhrer, seluruh anggota Nazi dan warga setempat mengadakan perayaan dengan membakar buku-buku, ia tampak sedih dan kecewa. Dan saat semua orang telah selesai pada acara itu, dan bubar meninggalkan lokasi, diam-diam Liesel menyelipkan sebuah buku yang belum sempat terbakar. Ia ingin membacanya.

Minat Liesel terhadap kata dan kalimat semakin membuncah. Ditambah, saat keluarga kecil Huberman kedatangan tamu Yahudi yang sakit parah, dan harus dirawat, keinginan Liesel untuk membaca kian menggila. Hingga menjadikannya seorang pencuri buku. Dengan memanjat jendela, Liesel "meminjam buku-buku" di perpustakaan milik walikota. Dan predikat itu disematkan oleh Rudy, sahabatnya sendiri.

The Book Thief

The Book Thief

The Book Thief merupakan film inspiratif. Sebab, Liesel, di kehidupan yang sulit, masih terobsesi dengan membaca. Bagaimana dengan kita?

Yuk, jadikan gila baca sebagai salah satu resolusi buat kita & keluarga.

The Book Thief

The Book Thief

The Book Thief

The Book Thief